Loading
IIustrasi - House in Tokyo - Ako Nagao Architecs + miCo (Arch Daily)
TOKYO, PROPERTI.ARAHKITA.COM - Generasi muda Jepang mulai mengubah cara mereka memiliki rumah. Di tengah harga properti yang terus menanjak, kredit pemilikan rumah (KPR) dengan tenor hingga 50 tahun kini menjadi pilihan populer, jauh melampaui skema konvensional 35 tahun.
Tenor panjang ini dipilih bukan tanpa alasan. Dengan masa cicilan yang lebih lama, beban angsuran bulanan bisa ditekan sehingga terasa lebih ringan bagi pekerja muda. Namun, konsekuensinya tak kecil: total pinjaman yang harus dilunasi membengkak dan sebagian peminjam berpotensi masih mencicil ketika sudah memasuki usia pensiun.
Kekhawatiran ini muncul seiring perubahan kebijakan moneter Bank of Japan, yang berdampak pada arah suku bunga pinjaman ke depan. Ketidakpastian tersebut membuat perencanaan keuangan jangka panjang menjadi semakin krusial bagi calon pembeli rumah.
Tren KPR superpanjang ini menguat sejak PayPay Bank meluncurkan produk KPR tenor 50 tahun pada Juli lalu. Data menunjukkan, sekitar 70 persen peminjam berusia 20-an memilih tenor terpanjang tersebut, sementara hampir separuh nasabah usia 30-an mengambil langkah serupa.
Tak hanya bank digital, sejumlah bank daerah juga mulai menawarkan skema pinjaman jangka sangat panjang dengan target generasi muda. Umumnya, bank memberikan fleksibilitas agar cicilan dapat diselesaikan sebelum nasabah berusia 80 tahun.
Menurut perhitungan Takashi Shiozawa dari MFS Inc., pinjaman sebesar 60 juta yen dengan bunga tahunan 0,75 persen akan menghasilkan cicilan sekitar 120 ribu yen per bulan jika diambil dengan tenor 50 tahun. Namun, total bunga yang dibayarkan mencapai hampir 12 juta yen—angka yang jauh lebih besar dibanding tenor lebih pendek.
Di sisi lain, skema ini dinilai memberi ruang napas finansial. Toshiaki Nakayama dari grup properti Lifull menilai cicilan yang lebih ringan memungkinkan sisa pendapatan dialokasikan ke instrumen lain, termasuk investasi.
Meski demikian, ia menegaskan pentingnya kehati-hatian. Perubahan kondisi hidup seperti sakit, pergantian pekerjaan, atau penurunan pendapatan bisa menjadi risiko serius dalam komitmen utang jangka sangat panjang. “Rencana hidup jangka menengah hingga panjang harus benar-benar dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan,” ujarnya dikutip Antara.
Fenomena KPR 50 tahun ini mencerminkan dilema generasi muda Jepang: antara keinginan memiliki rumah dan realitas ekonomi yang semakin menantang.