Loading
BADAN Pusat Statistik (BPS) mencatat hasil sensus penduduk pada 2020 mencapai 270,20 juta jiwa yang didominasi oleh Generasi Milenial dan Gen. Z.
Generasi Z adalah mereka yang lahir pada rentang tahun 1997 -- 2012, mencapai 27,94 persen dari total populasi tersebut atau 74,9 juta jiwa.
Kemudian sebanyak 25,8 persen lainnya adalah Generasi Milenial yang lahir pada 1981--1996, mencapai sebanyak 69,3 juta jiwa.
Dominasi penduduk usia produktif itu menjadi potensi yang besar bagi mereka untuk memiliki rumah, sebagai salah satu kebutuhan dasar, selain sandang dan pangan.
Namun, berdasarkan estimasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebanyak 81 juta Generasi Milenial dan Gen Z diperkirakan belum memiliki rumah.
Banyak indikator yang menyebabkan generasi produktif itu belum memiliki rumah, antara lain, keterbatasan kemampuan finansial hingga kemungkinan belum terpikirkan untuk memiliki rumah.
Padahal, selain memang karena kebutuhan dasar, selain harga rumah yang terus naik dari tahun ke tahuN, properti bangunan ini dapat menjadi investasi jangka panjang bagi Generasi Milenial dan Generasi Z.
Strategi Punya Rumah Sendiri
Perencana keuangan dari Lintar Financial Agus Helly menyebutkan ada sejumlah strategi yang perlu dilaksanakan Generasi Milenial dan Generasi Z untuk memiliki rumah menyesuaikan dengan pendapatan.
Berikut strategi yang dilaksanakan secara bertahap karena saling berkaitan.
Yang perlu dipahami Generasi Milenial dan Z yakni menetapkan tujuan untuk memiliki rumah, yakni apakah merupakan sebuah kebutuhan atau keinginan.
Apabila memahami memiliki rumah adalah sebuah kebutuhan, maka langkah selanjutnya ada menyesuaikan dengan kemampuan keuangan sehingga kondisi itu perlu disadari secara realistis.
“Ada Milenial atau Generasi Z yang punya pendapatan Rp50 juta ke atas/tahun, ada juga di bawah, itu yang menyesuaikan upah minimum regional artinya harus tahu diri dulu, being realistic,” ucap Agus.
Setelah memiliki ketetapan tujuan memiliki rumah, maka strategi kedua adalah terkait penganggaran (budgeting) yang perlu disiapkan sesuai kemampuan.
Untuk poin ini, Generasi Milenial dan Generasi Z perlu pintar-pintar mengelola penghasilan, yakni menyisihkan sebagian pendapatan setelah dikurangi beberapa pos anggaran untuk kebutuhan penting atau utama lainnya.
Penghasilan yang disiapkan dalam jangka waktu tertentu tersebut diharapkan sebagai awal untuk membayar uang muka atau down payment (DP) rumah.
Semakin besar DP, maka kian bisa ditekan besaran angsuran kredit dan waktu angsuran dapat diperpendek.
Misalnya, dalam 2 tahun atau menyesuaikan kemampuan, sejumlah dana sudah bisa terkumpul yang digunakan untuk membayar DP.
Setelah dana DP terkumpul, langkah berikutnya menentukan besaran cicilan per tahunnya.
Strategi ketiga yang dapat diperhitungkan Generasi Milenial dan Generasi Z adalah opsi membeli rumah untuk tempat tinggal sendiri atau membeli rumah untuk sewa.
Kedua opsi itu berkaitan erat dengan penentuan awal ketika menetapkan tujuan memiliki rumah.
Apabila untuk tempat tinggal, maka rumah menjadi hunian yang memberikan kenyamanan dan ketenangan kepada penghuninya dan apabila untuk sewa, maka mereka mendapatkan penghasilan tambahan sebagai pendapatan pasif di luar gaji bulanan.
Agus Helly mencontohkan ketika dirinya 15 tahun lalu membeli rumah di kawasan Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali seharga Rp300 juta.
Kemudian, ia pun menyewakan rumah tersebut dengan pendapatan pasif yang masuk per tahun mencapai hingga Rp80 juta.
Nilai sewa itu bisa berpotensi naik menjadi di atas Rp100 juta per tahun apabila memiliki fasilitas kolam renang.
Strategi berikutnya adalah memanfaatkan dukungan dari Pemerintah, misalnya stimulus atau kucuran subsidi untuk pemilikan rumah atau kredit pemilikan rumah (KPR).
Sebagai generasi yang dekat dan melek teknologi, informasi tersebut banyak disediakan Pemerintah termasuk melalui perbankan yang salah satunya disebarluaskan melalui media sosial dan kanal digital lainnya.
Generasi Milenial dan Generasi Z perlu mempertimbangkan opsi kolaborasi misalnya dengan calon pasangan yang juga memiliki penghasilan, bagi mereka yang berencana untuk menikah.
Apabila penghasilan yang disisihkan dan upaya kolaborasi untuk memiliki rumah dirasa masih kurang dan perlu tambahan penghasilan, maka generasi produktif tersebut dapat meningkatkan keterampilan.
Sebagai generasi yang melek dengan teknologi, sejumlah opsi bisa mendatangkan tambahan cuan misalnya mengkonversi hobi menghasilkan rupiah, salah satunya menjadi kreator konten di media sosial atau keterampilan yang lain yang bisa mendatangkan pendapatan yang halal.
Generasi Milenial dan Z perlu memetakan wilayah permukiman yang memiliki potensi salah satunya soal nilai rumah tersebut dapat naik dari tahun ke tahun karena berkaitan dengan investasi.
Kenaikan Harga
Berdasarkan data Flash Report Rumah123 edisi Januari 2024, tren harga rumah di Indonesia mengalami peningkatan tahunan sebesar 2,9 persen pada bulan Desember 2023 dibandingkan sejak Desember 2022.
Ada pun Jakarta mencapai 2 persen, dan kota penyangga lainnya yakni Bogor sebesar 3,8 persen, Bekasi 3,3 persen, Tangerang 2,8 persen, dan Depok 2,4 persen.
Sementara itu, di wilayah lain di Bali yakni di Kabupaten Klungkung rata-rata harga rumah pada 2024 mencapai Rp365 juta atau naik 16,61 persen dibandingkan 2023 mencapai Rp313 juta.
Adapun di Kabupaten Tabanan, harga rata-rata rumah pada 2024 mencapai Rp431 juta atau naik 19,3 persen dibandingkan 2023 mencapai Rp361 juta.
Ditinjau dari sisi usia, rata-rata usia debitur yang mengambil kredit di bank BUMN itu terbanyak dari Generasi milenial yakni rentang usia 21-30 tahun atau tergolong usia produktif.
Kebiasaan menunda atau terlalu sering menghamburkan uang untuk nongkrong atau memenuhi keinginan yang belum penting, sepertinya perlu dipikirkan matang-matang Generasi Milenial dan Z untuk masa depan khususnya dalam kepemilikan aset properti.
Apabila terus menunda dan tidak memikirkan masa depan untuk memiliki rumah, tanpa disadari harganya terus naik dari tahun ke tahun. Jika terus menunda, memiliki rumah bisa jadi hanya menjadi impian.